Gambar Dua Pohon Beringin yang menjadi Icon dari Desa Tanjungkulon.
ASAL
–USUL DESA TANJUNG KULON
Pada
zaman dahulu datanglah sekelompok orang dari daerah Solo yang kemudian menetap
di hutan bagian selatan Pekalongan, tepatnya di daerah Kajen. Mereka mendirikan
pemukiman di tempat tersebut. Hari berganti hari mereka mulai membuka lahan
tersebut (Babad Alas Tanjung). Dalam membuka lahan mereka dipimpin salah
seorang yang bernama KI MADSARI ASMORO BUMI, jejuluk KI BEDAGAS dan KI SUTO
PRANGGONO. Ki Bedagas melakukan babad dibagian utara dan Ki Suto Pranggono
babad di bagian selatan. Setelah lahan yang mereka babad sudah cukup luas
kemudian yang sebelah utara diberi nama TANJUNG yang sebelah selatan diberi nama KEMPRANGGON sesuai
dengan nama yang membuka lahan (KI SUTO PRANGGONO). Adapun yang bagian utara
diberi nama TANJUNG sesuai dengan nama pohon yang dibabad yaitu pohon TANJUNG.
Kemudian keduanya di gabung menjadi satu desa ,yaitu DESA TANJUNGKULON.
Konon
kabarnya dari surat kabar ‘DONGENG TURUN TEMURUN’dengan wartawan DHE KAMDANI.
Ki bedagas mempunyai seorang istri bernama NI LUH SARI jejuluk NI SEKAR TANJUNG
dan mempunyai seorang anak perempuan yang bernama RORO KEMUNING. Seiring dengan
perjalanan waktu, Roro Kemuning tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita bak
bidadari yang turun dari kahyangan. Karena kecantikannya yang luar biasa
kemudian diberi julukan PUTRI TANJUNG.
PUTRI
TANJUNG yang terkenal di segenap penjuru dunia bahkan Amerika, Jepang, dan di Eropa
maka kabar beritanya sampai ke telinga Adipati Luwuk, Adipati Pejarakan,
Adipati Jinggan, dan Adipati Kedondong. Kemudian mereka saling berebut bersaing
untuk mendapatkan Putri Tanjung.
Tersebut
di dalam surat kabar harian RINGIN PENGGUNG dengan jurnalis ternama DHE TAWIS
yang usianya seratus tahun, mengabarkan bahwa Putri Tanjung pernah dilamar oleh
Adipati Luwuk dengan EMAS sebayak satu gerobak sapi. Akan tetapi lamaran tersebut
ditolak mentah-mentah oleh Putri Tanjung, lalu emas tersebut dibuang di
penggung dan sekitarnya. Maka sampai sekarang banyak orang yang menemukan emas
tersebut, baik yang berupa gelang, kalung, anting, maupun yang masih batangan.
Juga
disebutkan dalam harian TABUN JAYA oleh
jurnalis kondang DHE TABUN yang usianya 125 tahun diceritakan bahwa Putri Tanjung
juga pernah diculik oleh Adipati Jinggan untuk dijadikan sebagai istri. Namun
karena tergesa-gesa dan buru-buru kabur karena malam itu mendung dan gelap maka
akibatnya salah comot. Perempuan yang diambil bukan putri tanjung melainkan
pembantunya. Setelah sampai di Jinggan Adipati Jinggan marah, lalu
disembelihlah gadis tersebut hingga sungai mengalir darah. Di pagi harinya ada
seseorang yang mau memandikan kebo di kali, betapa terkejutnya orang itu
melihat kali mengalir darah. Lalu orang itu geleng-geleng kepala (jawa :
gedheg-gedheg). Maka kali itu kemudian diberi nama KALI GODHEG.
Tersebut
juga dalam harian sore PETHO LAIR diceritakan oleh DHE PETHO yang umurnya 90
tahun bahwa Putri Tanjung juga pernah diculik oleh Adipati Pejarakan,dan dibawa
lari ke utara. Dasar sial nasib Adipati Pejarakan juga sama dengan Adipati
Jinggan salah ambil. Yang dibawa bukan Putri Tanjung melainkan temannya. Adipati
Pejarakanpun marah, lalu dibuanglah perempuan itu di Kayu Geritan maka menjelma
menjadi gundukan tanah merah sebagaimana tanah penggung dan sekarang menjadi
tanah kuburan.
Dari
sekian banyak adipati tidak satupun yang berhasil mempersunting Putri Tanjung sebagai
istri. Akhirnya Putri Tanjung sampai tua tidak menikah. Oleh karenanya kemudian
disebut DEWI LANJAR dan sekarang tinggal di pantai utara Pekalongan.
Adapun
bekas petilasannya ada di Candi Bedagas, Candi Penggung, dan Candi Kulon, Desa
Tanjung Kulon, Kajen, Pekalongan. Konon kabarnya di tempat tersebut banyak
terdapat emas dan bisa diambil secara supranatural dan telah banyak terbukti
keberadaannya (banyak yang menemukan).
Sejak
berdirinya Desa
Tanjungkulon (zaman KI MADSARI ASMORO BUMI) terdiri dari dua pedukuhan yaitu
dukuh Tanjung dan Kempranggon. Setelah mengalami perkembangan pada zaman kepala
desa Ki Lurah MADRA‘I ora nganggo asmoro
bumi, Desa Tanjungkulon bertambah menjadi tiga pedukuhan ya itu Dukuh Tanjung, Kempranggon,
dan Tanjung Anom.
(NARA
SUMBER : DHE KAMDANI UMUR 95 TAHUN,DHE TABUN UMUR 125 TAHUN.DHE PETHO UMUR 90
TAHUN, DAN
DHE TAWIS UMUR 100 TAHUN). Dongeng
tersebut diangkat kembali dan dibukukan oleh; ABDUL HARIS, Tanjungkulon (10-3-2013)
untuk melestarikan sejarah
(legenda
dongeng rakyat).